Senin, 03 September 2007

Rencana Kerja Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP) RI

BAB 11

PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

A. KONDISI UMUM

Pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia tanpa membedakan jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan), dan kelompok umur (anak, dewasa dan lanjut usia). Meskipun telah banyak kemajuan pembangunan yang dicapai, namun kenyataan menunjukkan bahwa kesenjangan gender masih dijumpai dan hak-hak anak masih belum sepenuhnya terpenuhi. Upaya peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak dilakukan secara lintas bidang dan lintas daerah yang keberhasilannya diukur antara lain oleh Indeks Pembangunan Gender (Gender-related Development Index/GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement/GEM). Indeks Pembangunan Gender Indonesia yang dihitung berdasarkan variabel pendidikan, kesehatan dan ekonomi, mengalami peningkatan dari 0,639 pada tahun 2004 menjadi 0,651 pada tahun 2005. Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia yang meliputi variabel partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik dan pengambilan keputusan juga mengalami peningkatan dari 0,597 pada tahun 2004 menjadi 0,613 pada tahun 2005. Pencapaian pembangunan pemberdayaan perempuan pada tahun 2006 ditandai oleh beberapa hal penting seperti telah disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), disetujuinya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RUU-PTPPO) oleh DPR-RI, dikembangkannya Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (RAN-PKTA), dan penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak (PUG dan PUA), serta pembentukan pusat-pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan/anak (P2TP2/A). Di samping itu, keberhasilan pemberdayaan perempuan di beberapa bidang pembangunan antara lain ditunjukkan oleh:

(1) bidang pendidikan, angka melek aksara perempuan meningkat dari 86,8 persen (tahun 2004) menjadi 89,3 persen dan angka partisipasi sekolah (APS) perempuan di berbagai jenjang pendidikan juga telah meningkat;

(2) bidang kesehatan, angka kematian ibu (AKI) melahirkan berhasil diturunkan meskipun angkanya masih tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI 2002-2003);

(3) bidang ketenagakerjaan, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan meningkat dari 50,6 persen (tahun 2005) menjadi 51,4 persen (tahun 2006).


Pada tahun 2007, dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, diperkirakan akan terlaksana kebijakan di bidang kesehatan, khususnya melalui Gerakan Sayang Ibu (GSI); di bidang pendidikan melalui Penghapusan Buta Aksara Perempuan (PBAP); di bidang ekonomi melalui Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP) dan Model Desa Prima; serta perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan masalah kekerasan perempuan lainnya di 17 provinsi dan 50 kabupaten/kota. Pada tahun 2007 diharapkan dapat tersusun Rencana Aksi Nasional Pengarusutamaan Gender (RAN-PUG) dan disahkannya Undang-Undang tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Untuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak pada tahun 2007 akan disusun Rencana Aksi Nasional Program Nasional Bagi Anak Indonesia (RAN-PNBAI) 2015; serta terlaksananya kebijakan penanganan anak yang bermasalah dengan hukum, perdagangan anak, dan eksploitasi seksual komersial anak. Juga akan dilanjutkan upaya penguatan jaringan kerja dan kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) dan pengarusutamaan anak (PUA) di 33 provinsi dan 150 kabupaten/kota. Pusat-pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan/anak dan ruang pelayanan khusus (RPK) juga terus dibangun guna membantu penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hingga akhir tahun 2007 diharapkan terbentuk P2TP2/A di 18 provinsi dan 61 kabupaten/kota dan 237 unit RPK di 26 kepolisian daerah. Layanan telepon sahabat anak (TESA) melalui nomor telepon gratis 129 diperuntukkan bagi anak-anak di seluruh wilayah tanah air yang melaporkan kekerasan yang dialami, didengar, dan/atau dilihat. Pemberian akte kelahiran gratis bagi sekitar 2,4 juta anak per tahun yang telah dilakukan sejak tahun 2006 akan terus dilanjutkan. Dari situasi dan kondisi perempuan dan anak di atas dapat diidentifikasi permasalahan pembangunan pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan dan perlindungan anak pada tahun 2008, yaitu:

(1) masih rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan;

(2) masih tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak;

(3) masih rendahnya kesejahteraan dan perlindungan anak;

(4) masih rendahnya peran perempuan dalam proses politik dan jabatan publik;

(5) masih banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, dan belum peduli anak; dan

(6) masih lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, termasuk partisipasi masyarakat.


B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2008

Sasaran pembangunan bidang pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan dan perlindungan anak tahun 2008 adalah:

1. Terjaminnya keadilan gender dalam berbagai peraturan perundangan-undangan dan kebijakan pembangunan, terutama di bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, ekonomi, dan hukum, di tingkat provinsi dan kabupaten/kota;

2. Terintegrasinya kebijakan pemberdayaan dan perlindungan perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak ke dalam berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota;

3. Meningkatnya upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak;

4. Meningkatnya kualitas dan kapasitas kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, termasuk ketersediaan data gender dan anak; dan

5. Meningkatnya peran lembaga masyarakat dalam pemberdayaan perempuan dan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak, di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.


C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2008

Dengan memperhatikan kondisi pembangunan perempuan dan anak yang bersifat kultural dan struktural, diperlukan tindakan pemihakan yang jelas dan nyata guna mengurangi kesenjangan gender di seluruh bidang pembangunan. Untuk itu arah kebijakan tahun 2008 adalah:

1. Peningkatan partisipasi dan peran perempuan dalam proses politik dan jabatan publik;

2. Peningkatan taraf pendidikan, akses dan kualitas kesehatan, serta bidang pembangunan lainnya, guna mempertinggi kualitas hidup perempuan;

3. Peningkatan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak;

4. Penyempurnaan perangkat hukum pidana yang lebih lengkap dalam melindungi setiap individu dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, termasuk penghapusan perdagangan perempuan dan anak;

5. Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak, terutama anak usia dini; dan

6. Penguatan kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di segala bidang, termasuk pemenuhan komitmen internasional, penyediaan data dan statistik gender dan anak, serta peningkatan partisipasi masyarakat.

Sumber : http://www.bappenas.go.id

KEKERASAN Dalam Pacaran??

Istilah kerennya, sih dating violence. Sebenernya sih banyak terjadi di sekitar kita, tapi, masih sedikit orang yang ngerti persoalan ini. Maka, kita kudu en mesti tau beberapa hal supaya bisa mengambil tindakan jika mengalaminya or buat ngebantuin teman yang menjadi korban. Pengen tau lebih banyak?terusin aja deh bacanya.

1. Kekerasan dalam pacaran? Ada enggak sih?

  • Yup! Kekerasan dalam pacaran emang ada. Namun, kebanyakan saat sedang jatuh cinta, kita menganggap bahwa pacar kita adalah segalanya dan membuat kita rela diperlakukan atau melakukan apapun demi si dia. Tahu enggak? cemburu berlebihan, membentak, memaki, memukul, menampar, itu semua bukan bentuk rasa cinta, tapi kekerasan.
  • Kalau bingung membedakan antara kekerasan dengan cinta, berarti kita sudah dibutakan oleh cinta. Untuk membedakannya, ingatlah bahwa cinta itu lemah lembut, sabar, rendah hati, penuh kasih; dan tidak ada kekerasan dalam cinta.

2. Apa aja sih bentuk kekerasan dalam pacaran?

a. Kekerasan fisik

  • Misalnya memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong, menampar, menonjok, mencekik, menganiaya bagian tubuh, menyundut dengan rokok, , memaksa kita ke tempat yang membahayakan keselamatan diri kita.
  • Jangan didiamkan begitu saja jika menjadi korban, non. Banyak lho, di Indonesia kasus-kasus kekerasan dalam pacaran yang awalnya berupa penganiayaan fisik, kemudian berakhir tragis dengan pembunuhan.

b. Kekerasan seksual

  • Bentuknya bisa berupa rabaan, ciuman, sentuhan yang tidak kita kehendaki, pelecehan seksual, memaksa kita untuk melakukan hubungan seks dengan beribu satu alasan tanpa persetujuan kita, apalagi dengan ancaman akan meninggalkan, atau akan menganiaya kita.

c. Kekerasan emosional

  • Berupa cacian, makian, umpatan, hinaan, menjadikan kita bahan olok-olok dan tertawaan ataupun menyebut kita dengan julukan yang bikin sakit hati, cemburu berlebihan, ngelarang en ngebatesin aktivitas kita, ngelarang kita berdandan, ngebatesin kita bergaul dengan siapa, larangan bertegur sapa atau ramah dengan orang lain serta memeras.
  • Bentuk kekerasan ini banyak terjadi, namun tidak kelihatan dan jarang disadari, termasuk oleh korbannya sendiri. Pada intinya, kekerasan emosional ini akan menimbulkan perasaan tertekan, tidak bebas dan tidak nyaman pada korbannya.

3. Waspada terhadap mitos yang menyesatkan

Mitos adalah pandangan or keyakinan masyarakat tentang suatu hal. Biasanya, kalo sohib, ortu, eyang dll ngomong tentang suatu hal kita pasti langsung percaya. Padahal, ada beberapa mitos yang belum tentu bener, bahkan kadang menyesatkan. Coba simak deh:

Salah (mitos):
Mitos bahwa cemburu maupun kekerasan dari pacar adalah bentuk perhatian doi ke kita en tanda k’lo dia cinta banget.
Yang bener:
Itu bukan bukti cinta, non, tetapi upaya mengontrol serta membatasi agar kita patuh, tunduk dan selalu menuruti kemauan pacar.

Salah nih (mitos):
Bahwa korban kekerasan juga punya andil dan memancing pelaku. Jadi, korban sendirilah yang menyebabkan kekerasan itu.
Sebenernya sih…:
Pelaku akan tetap melakukan kekerasan meski korban tidak melakukan apapun. Dengan menyalahkan korban, si pelaku berupaya membela diri dan melemparkan kesalahannya.

Salah:
Kalau si dia sudah minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi, maka korban sudah ‘aman’ dan pacar kita bener-bener ga’ akan ngulangin perbuatannya lagi.
Nyang Bener:
Kekerasan umumnya terjadi seperti siklus atau lingkaran yang akan terus kembali pada pola lamanya. Sesudah melakukan kekerasan pelaku sering meminta maaf dan berjanji tak akan mengulangi lagi. Tapi kita kudu waspada karena janji-janji itu sulit dipercaya.

Salah abis:
Setelah melakukan kekerasan terhadap kita, si dia akan semakin mesra.
Bener:
Wah..pandangan seperti ini sangat menyesatkan dan keliru abis. Kalau dipikir-pikir bakalan lebih banyak kekerasan yang dialami dibandingkan hepi-nya.

Salah:
Kalau pacar sudah janji mau bertanggungjawab sebelum melakukan hubungan seksual, maka kita akan baik-baik aja, en do’i pasti nepatin janjinya.
Yang Benernya...:
Hati-hati dengan janji-janji manis dan rayuan ‘maut’ yang dilontarkan laki-laki saat memaksa berhubungan seksual. Karena sudah banyak kasus perempuan yang akhirnya ditinggalkan pasangannya setelah ia dinodai bahkan sampai hamil di luar nikah.

Salah lagi…
Setelah punya pacar, maka pasangan kita berhak melakukan apa saja, karena kita sudah menjadi miliknya.
Bener deh
Wah…nggak la yauww….Tak seorangpun berhak atas diri kita, selain kita sendiri. Pacar dan suami kita pun tidak berhak memperlakukan kita seenaknya.

4. Apa yang Harus Dilakukan Jika Menjadi korban

  • Kita berhak atas tubuh dan jiwa kita, tak seorangpun berhak menganggu-gugat.
  • Meski saling cinta, tidak berarti pasangan boleh bertindak semau gue terhadap kita.
  • Harus berani menolak dan berkata ‘TIDAK’ jika si dia mulai melakukan kekerasan.
  • Hati-hati terhadap rayuan dan janji-janji manis si dia. Jika terjadi pemaksaan hubungan seksual, si dia bisa aja berdalih bahwa hal itu dilakukan suka sama suka.
  • Jika ada perjanjian, buatlah secara tertulis dengan dibubuhi materai dan disertai saksi.
  • Jika menjadi korban, kita berhak kok, merasa marah, kuatir dan merasa terhina.
  • Laporkan ke polisi atau pihak berwenang lain, jika mengalami kekerasan.
  • Mintalah Lembaga Bantuan Hukum untuk mendampingi.

5. Siapapun pelaku kekerasan dapat dihukum

  • Sedekat apapun hubungan kita dengan si pelaku kekerasan, ia tetap dapat dihukum, maka segeralah melapor ke kepolisian jika menjadi korban.
  • Jangan kawatir, sudah ada kok pasal-pasal yang bisa diterapkan misalnya: ps.351-358 KUHP untuk penganiayaan fisik, pasal 289-296 tentang pencabulan jika kita mengalami pelecehan seksual, pasal 281-283, pasal 532-533 untuk kejahatan terhadap kesopanan, dan pasal 286-288 untuk persetubuhan dengan perempuan di bawah umur

6. Jika harus ke Pengadilan

  • HARUS SIAP MENTAL saat berhadapan dengan aparat kepolisian atau pengadilan yang kebanyakan laki-laki.
  • JANGAN KAGET kalo mereka melontarkan pertanyaan yang bisa bikin kuping ‘merah’, bikin malu, membuat kita mo marah, nangis, ngeluarin komentar bernada menghina, terutama dari petugas atau pengacara lawan. Misalnya: kita yang dianggap ‘memancing’ pelaku, atau justru dianggap tidak bermoral dan bukan perempuan baik-baik, de-es-be.
  • TETAP BERTAHAN! Seringkali, pelaku bisa bebas dari hukuman karena korban takut mengadu ke polisi, apalagi meneruskan kasusnya ke pengadilan
  • HUBUNGI en terus berkomunikasi dengan sohib, individu atau organisasi yang peduli dengan masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan.
  • Buat yang tinggal di Jakarta, bisa menghubungi: LBH APIK (021-87797289), Mitra Perempuan (8298421), Kalyanamitra (7902109), SIKAP (3917760). Di Yogya ada: Rifka Annisa (0274-518720) LSPPA (374813), dan Savy Amira di Surabaya (031-8706255)

INGAT, TAK SEORANGPUN BERHAK MENJADIKAN KITA OBJEK KEKERASAN

Sumber: LBH APIK

DPR Setujui RUU Perdagangan Orang di Sahkan Jadi UU

Tanggal : 20 Mar 2007
Sumber : Pemberitaan

dpr.go.id - Ruang Paripurna,

Rancangan Undang Undang (RUU) Pansus Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) yang menjadi inisiatif DPR akhirnya menjadi UU yang disepakati semua fraksi dalam rapat Paripurna Selasa pagi (20/3). Dengan demikian UU tersebut dapat menjadi payung hukum bagi orang-orang yang selama ini menjadi korban dari tindak pidana perdagangan orang.


Beberapa Fraksi diantaranya antara lain, Asiah Salekhan dari FPG berpandangan bahwa menunda pengesahan RUU PTPPO berarti membiarkan kejahatan kemanusiaan meraja lela di negri ini “pembahasan RUU ini telah dilakukan secara optimal dengan menyerap dan memproses masukan dari berbagai pihak secara dinamis dan intensif sehingga diharapkan pihak pihak yang menjadi korban dapat memperoleh kepastian hukum,” kata asiah.


FKB melalui juru bicaranya, Badriyah fayumi meminta pemerintah dan aparat penegak hukum terutama polisi dan pengadilan bertindak secara cermat dalam menangani masalah trafficking karena selalu terbungkus oleh praktek praktek pengiriman tenaga kerja dan dokumen dokumen yang tempak legal didepan mata. Badriyah juga mengharapkan partisipasi masyarakat dalam memberi informasi kepada aparat berwenang apabila mengetahui indikasi praktek perdagangan orang diwilayahnya.



Dalam kesempatan yang sama Hj. Adji farida Padmo dari Demokrat menyatakan trafficking sudah menjadi tindak pidana yang terorganisir yang melewati batas negara, sehingga perlu landasan hukum yang kuat guna menekan pelaku trafficking terhadap manusia khususnya perempuan dan anak anak “Tindakan memperjual belikan perempuan dan anak anak merupakan bentuk pelanggaran terhadap harkat dan martabat manusia,”



Praktik perdagangan orang dilakukan dengan metode yang sangat rapi dan tidak mudah diidentifikasi. “Tanpa kehadiran saksi atau korban yang bisa menjadi kunci terungkapnya persoalan, hakim akan mendapat kesulitan untuk mengambil keputusan yang dapat memenuhi tuntutan keadilan bagi masyarakat,” ujar Jumanhuri yang mewakili PAN saat menyampaikan pernyataan Fraksi di Gd. Nusantara II pagi tadi.



Oleh karenanya FPAN mminta pemerintah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum, LSM, dan tokoh tokoh kemasyarakatan untuk berpartisipasi mengungkap kejahatan ini.



Hal yang sama juga disampaikan DH. Al-Yusni menurutnya UU pemberantasan orang ini perlu dipahami seluruh lapisan masyarakat. Karenanya sosialisasi UU ini menjadi sangat urgent untuk dilakkan, agar masyarakat terlibat aktif dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.


“UU ini harus dapat memberi efek jera terhadap para trafficker sehingga tidak ada lagi tindak pidana perdagangan orang yang melibatkan warga Indonesia baik itu sebagai korban atau sebagai pelaku,”


Hj. Zulhizwar dari F-PBR memandang urgensi RUU PTPPO sebagai instrumen hukum harus menangkal berbagai masalah pelanggaran tindak pidana perdagangan orang dan anak-anak secara transnasional. Hal ini bukti komitmen bangsa Indonesia dalam menjalankan amanat Protokol PBB Tahun 2000 tentang mencegah, memberantas, dan menghukum Perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak anak.


“Dengan lahirnya UU pemberantasan tindak pidana perdagangan orang menjadi bukti kuatnya komitmen Indonesia untuk pro aktif mengambil peran penting dalam melaksanakan Protokol PBB Tahun 2000 ini,” tegas Zulhizwar.(zl)


Sumber : http://www.dpr.go.id

RUU APP

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……TAHUN …..

TENTANG

ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berlandaskan Pancasila yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi;

b. bahwa untuk mewujudkan tatanan masyarakat Indonesia yang serasi dan harmonis dalam keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongan/ kelompok, diperlukan adanya sikap dan perilaku masyarakat yang dilandasi moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. bahwa meningkatnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dan perbuatan serta penyelenggaraan pornoaksi dalam masyarakat saat ini sangat memprihatinkan dan dapat mengancam kelestarian tatanan kehidupan masyarakat yang dilandasi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa;

d. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sampai saat ini belum secara tegas mengatur definisi dan pernberian sanksi serta hal­hal lain yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi sebagai pedoman dalam upaya penegakan hukum untuk tujuan melestarikan tatanan kehidupan masyarakat;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama
Pengertian

Pasal 1

Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan :

1. Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.

2. Pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di'muka umum.

3. Media massa cetak adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan­pesan secara visual kepada masyarakat luas berupa barang-barang cetakan massal antara lain buku, suratkabar, majalah, dan tabloid.

4. Media massa elektronik adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan­pesan secara audio dan/atau visual kepada masyarakat luas antara lain berupa radio, televisi, film, dan yang dipersamakan dengan film.

5. Alat komunikasi medio adalah sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara audio dan/atau visual kepada satu orang dan/atau sejumlah orang tertentu antara lain berupa telepon, Short Message Service, Multimedia Messaging Service, surat, pamflet, leaflet, booklet, selebaran, poster, dan media elektronik baru yang berbasis komputer seperti internet dan intranet.

6. Barang pornografi adalah semua benda yang materinya mengandung sifat pornografi antara lain dalam bentuk buku, suratkabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya, film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, Video Compact Disc, Digital Video Disc, Compact Disc, Personal Computer-Compact Disc Read Only Memory, dan kaset.

7. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang diperoleh antara lain melalui telepon, televisi kabel, internet, dan komunikasi elekronik lainnya, dengan cara memesan atau berlangganan barang-barang pornografi yang dapat diperoleh secara langsung dengan cara menyewa, meminjam, atau membeli.

8. Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media massa cetak, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang­barang pornografi.

9. Menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan mengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik, media-media komunikasi lainnya, dan mengedarkan barang-barang yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan, memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan, mempertunjukan, menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan.

10. Menggunakan adalah kegiatan memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan barang dan/atau jasa pornografi.

11. Pengguna adalah setiap orang yang dengan sengaja menonton/ menyaksikanpornografi dan/atau pornoaksi.

12. Setiap orang adalah orang perseorangan, perusahaan, atau distributor sebagai kumpulan orang baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.

13. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Presiden.

14. Mengeksploitasi adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan pornoaksi untuk tujuanmendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau oranglain.

15. Hubungan seks adalah kegiatan hubungan perkelaminan balk yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri maupun pasangan lainnya yang bersifat heteroseksual, homoseks atau Iesbian.

16. Anak-anak adalah seseorang yang belum berusia 2 (dua belas) tahun

17. Dewasa adalah seseorang yang telah berusia 12 (dua betas) tahun keatas.

18. Jasa pornoaksi adalah segala jenis layanan pornoaksi yang dapat diperoleh secaralangsung atau melalul perantara, baik perseorangan maupun perusahaan.

19. Perusahaan adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, balkberupa badan hukum maupun bukan badan hukum.

20. Orang lain adalah orang selain suami atau istri yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Asas dan Tujuan

Pasal 2

Pelarangan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan dan penyelenggaraan pornoaksi berasaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan nilai-nilai budaya, susila, dan moral, keadilan, perundungan hukum, dan kepastian hukum.


Pasal 3

Anti pornografi dan pornoaksi bertujuan ;

a. Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur kepadaTuhan Yang Maha Esa. ,

b. Memberikan perlind`ungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat

BAB II
LARANGAN

Bagian Pertama
Pornografi

Pasal 4

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual darf orang dewasa.

Pasal 5

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa.

Pasal 6

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh .atau.bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis. .

Pasal 7

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank aktivitas orang yang berciuman bibir.

Pasal 8

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisanyang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani.

Pasal 9

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis.

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis.

(3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia.

(4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan.

Pasal 10

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pesta seks.

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks.

Pasal 11

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani danlatau hubungan seks.

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak.

Pasal 12

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 13

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 14

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 15

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.


Pasal 16

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 17

(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. .

(4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(5) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.


Pasal 18

(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam acara pesta seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam pertunjukan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 19

(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,.gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 20

Setiap orang dilarang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tank tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal dunia dan/atau dengan hewan.

Pasal 21

Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa. anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks.

Pasal 22

Setiap orang dilarang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni.

Pasal 23

Setiap orang dilarang membeli barang pornografi dan/atau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 24

(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

(3) Setiap orang dilarang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

Bagian Kedua
Pornoaksi

Pasal 25

(1) Setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.

(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.

Pasal 26

(1) Setiap orang dewasa dilarang dengan sengaja telanjang di muka umum.

(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk telanjang di muka umum.

Pasal 27

(1) Setiap orang dilarang berciuman bibir di muka umum.

(2) Setiap orang dilarang rnenyuruh orang lain berciuman bibir di muka umum.

Pasal 28

(1) Setiap orang dilarang menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.

(2) Setiap orang dilarang Fmenyuruh orang lain untuk menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.

Pasal 29

(1) Setiap orang dilarang melakukan masturbasi, onani atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum

(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan masturbasi, onani, ataugerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum.

(3) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani,atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani.

Pasal 30

(1) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.

(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.

(3) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks dengan anak -anak.

(4) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan kegiatan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks.

Pasal 31

(1) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks.

(2) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak.

(3) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks.

(4) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.

Pasal 32

(1) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks.

(2) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak­anak.

(3) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks.

(4) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.

Pasal 33

(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasai 32.

(3) Setiap orang dilarang rnenyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.

BAB III
PENGECUALIAN DAN PERIZINAN

Bagian Pertama
Pengecualian

Pasal 34

(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23 dikecualikan untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dalam batas yang diperlukan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada lembaga riset atau lembaga pendidikan yang bidang keilmuannya bertujuan untuk pengembangan pengetahuan.

Pasal 35

(1) Penggunaan barang pornografi dapat dilakukan untuk keperluan pengobatan gangguan kesehatan.

(2) Penggunaan barang pornografi untuk keperluan gangguan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan rekomendasi dari dokter, rumah sakit dan/atau lembaga kesehatan yang mendapatkan ijin dari Pemerintah.

Pasal 36

(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:

a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat‑istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaanritus keagamaan atau kepercayaan;

b. kegiatan seni;

c. kegiatan olahraga; atau

d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.

(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.

(3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.

Bagian Kedua
Perizinan

Pasal 37

(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

Pasal 38

1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.

2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:

a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan ,oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;

b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;

c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;

d. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang Ietaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan betas) tahun;

Pasal 39

(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.

(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.

BAB IV

BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL

Bagian Pertama
Nama dan Kedudukan

Pasal 40

(1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.

(2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Pasal 41

BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas

Pasal 42

BAPPN mempunyai fungsi:

a. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

b. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

c. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;

d. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;

e. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam

rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

f. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa

pornografi, dan jasa pornoaksi;

g. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

Pasal 43

(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :

a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;

b. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

(2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :

a. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;

b. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.

(3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan prilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.

(4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.

(5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

(6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :

a. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;

b. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :

a. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;

b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;

c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.

Pasal 36

(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:

a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat‑

istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan

ritus keagamaan atau kepercayaan;

b. kegiatan seni;

c. kegiatan olahraga; atau

d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.

(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.

(3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.

Bagian Kedua
Perizinan

Pasal 37

(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

Pasal 38

1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.

2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:

a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan ,oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;

b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;

c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;

d. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang Ietaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan betas) tahun;

Pasal 39

(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.

(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.

BAB IV

BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL

Bagian Pertama
Nama dan Kedudukan

Pasal 40

(1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.

(2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Pasal 41

BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas

Pasal 42

BAPPN mempunyai fungsi:

a. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan

b. penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

c. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

d. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;

e. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;

f. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

g. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa pornografi, dan jasa pornoaksi;

h. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

Pasal 43

(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :

a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;

b. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

(2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :

a. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;

b. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.

(3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan perilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.

(4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.

(5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

(6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :

a. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;

b. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :

a. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;

b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;

c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.

Bagian Ketiga

Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 44

(1) BAPPN terdiri atas seorang Ketua merangkap Anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota, serta sekurang-kurangnya 11 (sebelas) orang Anggota yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.

(2) Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BAPPN adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

(3) Ketua dan Wakil Ketua BAPPN dipilih dari dan oleh Anggota.

Pasal 45

(1) Sebelum memangku jabatannya, Anggota BAPPN mengucapkan sumpah/janji menurut agama dan kepercayaannya masing-masing di hadapan Presiden Republik Indonesia.


(2) Lafal sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :

"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga."

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung 'atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian."

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa,

dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ,

Tahun 1945 dan segala undang-undang yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia."

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya."

Pasal 46

Persyaratan keanggotaan BAPPN adalah :

a. warga negara Indonesia;

b. sehat jasmani dan rohani;

c. berkelakuan baik;

d. memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pornografi dan pornoaksi; dan

e. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

Pasal 47

Keanggotaan BAPPN berhenti atau diberhentikan karena :

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;

d. sakit secara terus menerus;

e. melanggar sumpah/janji;

f. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau

g. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan.

Pasal 48

(1) BAPPN dibantu oleh Sekretariat.

(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh BAPPN.

(3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam keputusan BAPPN.

Pasal 49

Pembiayaan untuk pelpksanaan tugas BAPPN dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 50

Ketentuan lebih lanjut mengenai BAPPN diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 51

(1) Setiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi berupa :

a. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi;

b. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaran barang dan/atau penyediaan jasa pornografi dan/atau pornoaksi;

c. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang, sekelompok orang, dan/atau badan yang diduga melakukan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;

d. gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh dan/atau melalui lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

(2) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk :

a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhlak masyarakat dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalam penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

(3) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila melihat dan/atau mengetahui adanya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

BAB VI

PERAN PEMERINTAH
Pasal 52

Pemerintah berwenang melakukan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dengan negara lain dalam upaya menanggulangi dan memberantas masalah pornografi dan/atau pornoaksi sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara.

Pasal 53

Pemerintah wajib memberikan jaminan hukum dan keamanan kepada pelapor terjadinya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi:

Pasal 54

(1) Penyidik wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (7) huruf a.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak menindaklanjuti laporan terjadinya pornoaksi dikenakan sanksi administratif, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII

PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 55

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan terhadap tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

PEMUSNAHAN
Pasal 56

(1) Pemusnahan barang pornografi dilakukan terhadap hasil penyitaan dan perampasan barang yang tidak berijin berdasarkan putusan pengadilan.

(2) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerja sama dengan BAPPN.

(3) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerjasama dengan BAPPN dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat :

a. nama media apabila barang disebarluaskan melalui media massa cetak dan/atau media massa elektronik;

b. nama dan jenis serta jumlah barang yang dimusnahkan;

c. hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan;

d. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan; dan

e. tanda tangan dan identitas Iengkap para pelaksana dan pejabat yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.

BAB IX

KETENTUAN SANKSI

Bagian Pertama
Sanksi Administratif

Pasal 57

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) diancam dengan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha;

(2) Setiap orang yang telah dicabut ijin usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali ijin usaha sejenis.

Bagian Kedua
Ketentuan Pidana

Pasal 58

Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah).

Pasal 59

Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,-(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 60

Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Pasal 61

Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang berciuman bibir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Pasal 62

Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 63

(1) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda .paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 . (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 64

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pasta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 65

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani dan/atau hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 66

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik danlatau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 67

Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 68

Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 69

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sêbagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 70

Setiap orang yang menyiarkan, memper.dengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 71

(1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(4) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(5) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 72

(1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau

menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam acara pesta seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama

15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam pertunjukan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 73

(1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pOing lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat r4us juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

(3) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

(4) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

Pasal 74

Setiap orang yang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal dunia dan/atau dengan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan betas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus limb puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,-(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 75

Setiap orang yang menyuruh atau memaksa anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling' sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

Pasal 76

Setiap orang yang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana paling singkat 18 (delapan betas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 77

Setiap orang yang membeli barang pornografi danlatau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 23 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun danlatau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

Pasal 78

(1) Setiap orang yang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi danlatau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,-(tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menyediakan peralatan danlatau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun danlatau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 79

(1) Setiap orang dewasa yang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 80

(1) Setiap orang dewasa yang dengan sengaja telanjang di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk telanjang di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta 'rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 81

(1) Setiap orang yang berciuman bibir di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain berciuman bibir di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 2 (dua), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 82

(1) Setiap orang yang menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 83

(1) Setiap orang yang melakukan masturbasi, onani atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan masturbasi, onani, atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

(3) Setiap orang yang menyuruh anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

Pasal 84

(1) Setiap orang yang melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

(3) Setiap orang yang melakukan hubungan seks dengan anak -anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

(4) Setiap orang yang menyuruh anak-anak untuk melakukan kegiatan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

Pasal 85

(1) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pertunjukan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(4) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pesta seks dengan melibatkan anak­anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 86

(1) Setiap orang yang menonton acara pertunjukan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan betas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menonton acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

(3) Setiap orang yang menonton acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan betas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(4) Setiap orang yang menonton acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

Pasal 87

(1) Setiap orang yang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 88

(1) Setiap orang yang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertpnjukan seks dan/atau pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks dan/atau pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks dan/atau pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32, dipidäna dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 89

Setiap orang yang dengan sengaja menghalang-halangi dan/atau mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa atau para saksi dalam tindak pidana pornografi atau pornoaksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 90

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemufakatan jahat dalam tindak pidana pornografi atau pornoaksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,-(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

BABX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 91

Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 92

BAPPN dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP
Pasal
93

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta,................................

pada tanggal,..............................................

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

PROF. DR YUSRIL IZHA MAHENDRA, SH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN................................................ NOMOR