Senin, 03 September 2007

Konferensi London Tetapkan 4 September 2004 Hari Solidaritas Jilbab Internasional



Konferensi Pro-Hijab yang berlangsung Senin (12/7/04) di ibukota Inggris, London, berakhir dengan sebuah petisi dukungan terhadap jilbab. Seluruh peserta konferensi juga sepakat menetapkan hari solidaritas jilbab internasional, dan rencana aksi untuk tetap membela hak wanita Muslim mempertahankan busana taqwa mereka.

Mengambil tema “Assembly for the Protection of Hijab (Majelis Untuk Perlindungan Hijab), konferensi pada kesempatan itu mendeklarasikan, bahwa 4 September 2004 sebagai International Hijab Solidarity Day (Hari Solidaritas Jilbab Internasional). Karena para mahasiswa/pelajar Muslim di seluruh Eropa akan kembali ke sekolah pada saat itu.

Para peserta juga bersumpah akan tetap berjuang membela para gadis muda Muslim yang mendapat perlakuan diskriminatif masyarakat barat hanya lantaran jilbab mereka.

Selanjutnya konferensi mencetuskan rencana aksi untuk mengokohkan rekomendasi-rekomendasi konferensi pro-hijab London tersebut. Di antaranya dengan menyerukan para kaum terpelajar tentang pentingnya hijab bagi wanita Muslim, melalui seminar-seminar dan publikasi media-media massa.

Organisasi Pro-Hijab, sebagai pihak penyelenggara konferensi, juga telah mendaftarkan agenda mereka di Parlemen Eropa, untuk bisa memberikan presentasi tentang hijab pada 22 September mendatang.

Koordinator Pro-Hijab, Abeer Pharaoh, mengungkapkan pada IslamOnline.net (IOL), bahwa seluruh peserta konferensi telah membahas soal “larangan hijab, implikasi dan dampaknya terhadap masyarakat Eropa.” Mereka juga bersepakat akan mengorganisir upaya-upaya individu dan organisasi-organisasi di Eropa, serta di seluruh dunia, untuk mempertahankan hak berjilbab bagi wanita Muslim.

Abeer juga menggarisbawahi, bahwa “majelis hijab telah menerima dukungan banyak organisasi-organisasi Muslim maupun non-Muslim dari berbagai keyakinan dan komunitas yang berbeda.” Dukungan, lanjutnya, juga mengalir dari sejumlah anggota parlemen Inggris dan parlemen Eropa.

“Kampanye ini bukan hanya untuk wanita Muslim semata. Aksi ini ditujukan bagi siapa saja yang percaya bahwa merupakan hak seorang wanita Muslim untuk bisa mengenakan jilbabnya tanpa perlakuan diskriminatif dari masyarakat maupun pemerintahnya.”

Konferensi yang dibuka walikota London, Ken Livingstone itu, diikuti 300 delegasi, mewakili 102 organisasi-organisasi Inggris dan internasional. Konferensi juga menampilkan tokoh-tokoh Muslim terkemuka seperti Sheikh Yusuf Al-Qaradawi dan Profesor Tariq Ramadan.

Mengomentari pelarangan hijab di sejumlah negara Eropa, termasuk Perancis, Livingstone mengatakan, “Warga Muslim London harus tidak boleh menghadapi situasi serupa.”

Dia menegaskan, bahwa “yang mengambil keuntungan dari larangan berjilbab, hanyalah kelompok ekstrimis kanan dan kaum fasis.” Sebelumnya, lanjut Livingstone, target serangan kelompok itu adalah orang-orang hitam (Negro), Yahudi, dan komunis.

“Jika kami membiarkan serangan terhadap Islam terjadi, saya tahu siapa yang akan menjadi sasaran tembak dan korban berikutnya,” cetus Livingstone.

Ini bukan yang pertama kali Livingstone menjadi tuan rumah Konferensi Hijab, yang telah menjadi isu sentral di Eropa belakangan ini. Februari silam, dia membela dengan gigih hak-hak wanita Muslim mengenakan jilbab, dengan mengirimkan “isyarat baik” ke negara-negara Eropa, khususnya Perancis.

Livingstone mengirim sepucuk surat pada PM Perancis, Jean Pierre Raffarin. Isinya, mendesak Raffarin untuk menimbang kembali larangan terhadap kebebasan praktek beragama yang prinsipil di Perancis.

Dalam surat itu Livingstone menggarisbawahi, bahwa bentuk diskriminasi apapun terhadap kebebasan beragama Muslim akan berdampak negatif pada mereka.

Selama berlangsung konferensi Pro-Hijab Senin kemarin, Livingstone bersumpah, bahwa penempatan tenaga kerja di London, tidak akan didasari pada latar belakang etnis maupun agama. (stn/iol/eramuslim)

Walikota London Kritik Media Massa Inggris yang Memojokkan Al-Qaradawi


Walikota London Ken Livingstone, atas nama masyarakat London, menyampaikan permohonan maafnya kepada Sheik Yussef Al-Qaradawi. Permohonan maaf walikota London itu, berkaitan dengan sikap masyarakat London dan sejumlah media massa di Inggris, yang menolak kedatangan cendikiawan Muslim kaliber dunia tersebut.

“Atas nama masyarakat London, Saya menyampaikan permohonan maaf kepada Sheikh atas munculnya sikap kebencian dan histeria di kalangan pers, yang menunjukkan ketidaktahuan mereka tentang Islam,” ungkap Livingstone seperti dimuat di harian Independent.

Menyusul permintaan maafnya itu, Ken Livingstone saat menghadiri Konferensi Pro Hijab di London, dengan hormat justru mengundang Al-Qaradawi kembali ke Inggris, bulan Oktober mendatang untuk memberikan sejumlah kuliah terbuka.

Al-Qaradawi menyambut baik undangan tersebut dan mengatakan berharap bisa bertemu kembali dengan Livingstone. Namun bulan Oktober mendatang, cendikiawan Muslim terkenal ini, akan menghadiri European Social Forum di Alexander Palace. Forum itu antara lain akan membahas masalah larangan jilbab di sejumlah negara di Eropa Barat.

Walikota London Ken Livingstone, memuji Al-Qaradawi sebagai tokoh Muslim yang moderat dan dihormati oleh umat Islam di seluruh dunia, karena dakwahnya yang menyerukan toleransi dan saling menghormati sesama.

Livingstone mengatakan, ‘ketidaktahuan dan gambaran yang salah’ oleh sejumlah media tentang Al-Qaradawi, disebabkan karena kurangnya sumberdaya manusia yang berasal dari kelompok minoritas, sehingga mereka tidak bisa mewakili masyarakat yang mereka layani. Livingstone berjanji akan meninjau persoalan ini selama masa jabatannya.

“Ini bukan pertama kalinya terjadi di Inggris. Banyak yang sudah menjadi korban ketika media menulis laporan yang bukan berdasarkan apa yang mereka lihat dan dengar,” kritik Livingstone.

Sementara itu, dalam pidatonya di konferensi Pro Hijab di London, Sheikh Al-Qaradawi menyatakan, keragaman dan perbedaan sangat penting dalam masyarakat. Dia juga menekankan, bukan hanya Islam yang mememrintahkan kaum wanita untuk berpakaian sopan, agama Yahudi dan Kristen juga memiliki tradisi yang sama.

“Kalau wanita boleh memakai rok mini atau baju tanpa lengan, kenapa wanita yang ingin memakai jilbab dilarang? Larangan ini bertentangan dengan kebebasan menjalankan ibadah agama,” kata Al-Qaradawi. (ln/iol/eramuslim)



Hak cipta dilindungi oleh Allohu Subhanahu wa Ta'ala
TIDAK DILARANG KERAS mengcopy, memperbanyak, mengedarkan
untuk kemaslahatan ummat syukur Alhamdulillah sumber dari swaramuslim dicantumkan

best viewed with IE Resoluton 800 X 600
in association with Muslim Netters Association
Copyright © Sep 2002 - swaramuslim - power with Pmachine All right reserved
Questions & suggestion or problems regarding this web site should be directed to
webmaster

Tidak ada komentar: